Puasa secara bahasa berarti menahan ( imsak ). saat seorang diam maka dia dikatakan shaum. saat seorang menahan makan dia juga bisa dikatakan shaum dan seterusnya.
kemudian shaum
ini secara istilah maknanya berubah menjadi lebih khusus. yaitu menahan
dari segala sesuatu yang sudah ditentukan, di waktu tertentu dan
dilaksankan oleh seorang tertentu.
Tidak wajib puasa selain
ramadhan menurut ijma. ketika puasa selain ramadhan menjadi wajib, maka
hal tersebut karena ada sesuatu yang menyebabkan puasa tersebut wajib.
semisal nadzar dan lain-lain. dalilnya adalah hadis nabi SAW saat
ditanya oleh orang a'rabi. dalam perkataan beliau SAW : dan puasa
ramadhan. bertanya orang a'rabi : apakah wajib bagiku selain bulan
ramadhan ? jawab nabi : tidak. terkecuali engkau mau berpuasa sunah. ( hadis riwayat abu hurairah, diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1899 )
diriwayatkan oleh abu dawud dg sanadnya dari 'abdurrahman bin abi laila dari mu'adz bin jabal: puasa
diubah menuruti tiga perubahan. kemudian berkata : nabi SAW pertama
kali berpuasa tiga hari setiap bulan, dan berpuasa 'asyura'. kemudian allah menurunkan : diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian.
pada saat ayat ini turun, orang masih bebas untuk memilih antara puasa
dan tidak.dan yang tidak berpuasa cukup mengganti dengan memberi makan
fakir miskin setiap harinya. ini berlangsung selama satu tahun, kemudian
allah menurunkan : di bulan ramadhan yaitu ketika qur'an diturunkan
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk tersebut
dan pembeda. maka ketika kalian menyaksikan bulan tersebut,
berpuasalah.
Puasa ditandai saat keluarnya fajar, dan berakhir saat tenggelamnya matahari. sebagaimana hadis nabi SAW :
jika malam hari datang dari sini, dan siang tidak kelihatan dari sini,
serta matahari tenggelam dari sini, maka orang yang berpuasa sudah boleh
berbuka. ( hadis 'umar diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1954 ).
Tentang Hilal
tidak
wajib puasa ramadhan sampai terlihat hilal. sehingga jika hari mendung
karena tidak melihat hilal, maka dia harus menyempurnakan bulan sya'ban
terlebih dahulu. sebagaimana hadis riwayat ibnu 'abbas : berpuasalah
jika kamu melihat hilal, dan berbukalah saat kamu melihatnya, jika kamu
diliputi keraguan, maka sempurnakanlah masa bulan yang sedang kamu
lalui dan janganlah kamu menghadapi bulan yang kamu ragu didalamnya. ( hadis riwayat muslim dalam bab shiyam )
Masalah :
jika hitungan hari sudah tiga puluh, dan kita mengira hari tersebut
masih bulan sya'ban, kemudian terbukti hari tersebut sudah memasuki
bulan ramadhan, maka kita wajib menqadha' puasa yang tertinggal hari
itu.
Masalah : Jika melihat hilal di satu
negara, tapi tidak melihatnya di negara yang lain, maka kewajiban puasa
menyeluruh, atau tidak terbatas hanya pada negara yang melihat hilal
saja. hal ini jika negara tersebut berdekatan. adapun jika berjauhan,
maka kewajiban hanya pada yang melihat hilal saja ( lihat al-majmu'
syarah muhadzab juz 5 hal. 272 )
Tentang hal-hal yang membatalkn puasa
1. makan dan minum.
2. jima' ( bersetubuh )
3. istimna' ( onani )
4. menyengaja untuk muntah
5. mengeluarkan darah dg berbekam ( khilaf )
6. keluarnya darah haidh dan nifas bagi perempuan
Tentang sunah-sunah untuk orang yang berpuasa
1. Sahur
2. mengakhirkan sahur
3. mempercepat berbuka ( ifthar )
4. berdoa ketika berbuka dg doa : allahumma laka shumtu wa'ala rizqika afthartu
5. Bersiwak
6. memberi makan pada orang yang sedang puasa yang tidak mampu
Tentang kewajiban berpuasa
Puasa
wajib untuk orang islam baligh berakal dan mampu serta dalam keadaan
mukim dalam suatu tempat. sehingga orang gila, musafir, sakit, bayi,
orang hamil dan menyusui tidak diwajibkan puasa.
Imam nawawi
dalam majmu' syarah muhadzab menyebutkan, orang yang murtad tidak wajib
berpuasa. dalam arti pada masa murtadnya. sehingga murtad akan terus
berdosa ketika tidak melakukan puasa pada masa murtadnya. ( lihat
al-majmu' syarah muhadzab hal. 249 juz 5 )
adapun bayi, dia tidak diwajibkan berpuasa sebagaimana hadis nabi SAW : diangkat
pena dari tiga orang. dari anak kecil sampai dia baligh, dari orang
yang tidur sampai dia terbangun, dan dari orang yang gila sampai dia
sadar. ( lihat majmu' syarah muhadzab juz 5. hal 250 ). tapi
ketika sudah mencapai sembilan tahun dia harus mulai diperintah
melaksanakan puasa, dan dipukul dg pukulan ringan saat dia
meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. hal ini diqiyaskan dg hadis
shalat. ketika sang bayi sudah baligh, dia tidak wajib menqadha' puasa
yang ditinggalkan pada masa kecilnya.
begitu juga orang gila
tidak diwajibkan puasa. ataupun saat dia gila kemudian sadar, dia pun
tidak diwajibkan menqadha' puasa yang tertinggal pada masa gilanya.hal
ini melihat hadis yang diriwaytkan oleh 'aisyah diatas.
adapun orang yang pingsan, maka dia wajib menqadha' saat dia sadar. hal itu tersebut dalam firman allah : barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka hitungannya ada di hari yang lain.
pingsan berbeda dengan gila. karena sebagaimana perkataan imam nawawi,
gila adalah kekurangan ( naqsh ) yang hal tersebut ada pada hadis
'aisyah diatas, sedangkan pingsan adalah penyakit yang menyebabkan masuk
pada keumuman ayat ( al-baqarah ).
perincian pendapat tentang
orang gila adalah sebagai berikut : menurut abu ishaq al-syairazi orang
yang pingsan harus menqadha'. pendapat ini diriwayatkan oleh mawardi dan
abnu shabagh dan selainnya dari ibnu suraij. berkata al-mawardi :
madzhab ibnu suraij ini tidak benar. adapun pendapat imam syafi'i dan
abu hanifah serta fuqaha' yang lain : orang gila tidak wajib qadha saat
dia sadar. pendapat inilah yang kita pakai. terdapat madzhab yang lain
dari sufyan atsauri : jika orang yang gila sadar ditengah-tengah bulan
ramadhan, maka dia wajib menqadha' setengah bulan yang dilalui tanpa
puasa. dan jika dia sadar setelah habisnya bulan ramadhan, maka dia
tidak wajib qadha'.
Masalah : jika terdapat
orang murtad kemudian dia gila, maka dia wajib menqadha' semuanya.
artinya ketika dia masuk islam, hari yang diqadha' tidak dikurangi dg
masa gilanya si murtad.karena ketika dia gila dalam keadaan murtad,
sedangkan murtad hukum asalnya wajib berpuasa ketika si murtad masuk
islam kembali. pendapat ini diriwayatkan oleh imam rafi'i.
Masalah :
jika orang kafir memeluk islam di tengah hari di bulan ramadhan, maka
si kafir di sunatkan menahan untuk tidak makan sampai selesainya hari
tersebut. hal ini adalah penghormatan waktu ( hurmah al-waqt ). dan
kafir tidak wajib menqadha' puasa yang tertinggal semasa kafirnya orang
tersebut. hal ini berdasar firman allah : katakanlah bagi orang-orang
kafir untuk berhenti ( dari kekafirannya ), maka akan diampuni apa yang
telah berlalu.
Tentang puasa perempuan
Orang yang haidh dan nifas wajib menqadha' puasa ketika mereka suci. sebagaimana riwayat 'aisyah : kita di perintahkan untuk menqaha' puasa dan tidak di perintah untuk menqadha' puasa. ( hadis diriwayatkan oleh muslim no. 336 )
adapun
perincian hukumnya adalah, tidak wajib bahkan haram orang yang sedang
haidh ataupun nifas untuk berpuasa. jika orang yang haidh suci di tengah
hari saat puasa, maka dia di sunahkan untuk imsak ( menahan sebagaimana
orang yang sedang puasa ) sampai selesainya hari tersebut. Abu hanifah
dan auza'i serta atsauri memandang wajib imsak, begitu juga pengarang
kitab 'iddah. adapun pendapat yang kita pakai adalah dari imam syafi'i
tentang tidak wajibnya hal tersebut.
Masalah :
jika dalam keadaan puasa seorang perempuan memasukkan air ke dalam alat
kelaminnya, maka batal puasanya beserta kewajiban menqadha'. demikian
pendapat yang mu'tabar dalam madzhab. ( lihat dar-alifta pembahasan
puasa )
Tentang niat
Tidak sah puasa jika tanpa niat sebagaimana hadis riwayat 'Umar : bahwa setiap perbuatan tergantung pada niatnya.
kewajiban niat adalah pada setiap harinya. hal itu dikarenakan puasa
adalah ibadah yang dilaksanakan di waktu fajar, dan selesai ketika
tenggelanya matahari. tidak shah puasa ramadhan jika niatnya di mulai
pada siang hari sebagaimana hadis riwayat hafshah : barang siapa yang tidak memulai niatnya di malam hari tidak ada puasa pada hari trersebut. ( diriwayatkan oleh tirmidzi dalam bab shaum no 730 )
Masalah :
apakah boleh jika niatnya bersamaan dengan munculnya fajar ? berkata
ulama syafi'iah : di bolehkan niat bersamaan saat fajar muncul. hal
tersebut dikarenakan puasa adalah ibadah. dan ibadah niatnya bisa
bersamaan dengan dimulainya ibadah tersebut. dan ibadah puasa dimulai
sat fajar, sehingga niat saat fajar pun di bolehkan.
Niat
diwajibkan mengkhususkan perbuatan. dalam hal puasa, maka orang yang
niat wajib meniatkan puasa untuk bulan ramadhan. hal inilah yang
dimaksud dalam hadis umar : bagi setiap orang adalah apa yang menjadi niatnya ( innama likullim ri in ma nawa )
Masalah :
jika orang yang sedang haidh berpuasa untuk esok hari sebelum
berhentinya darah, kemudian ternyata darahnya benar-benar berhenti di
malam hari tersebut, maka berkata al-baghawi : jika memang kebiasan
berhentinya darah pada malam hari, maka shah puasanya.karena jika malam
hari berhenti, siangnya di hitung suci.
Tentang kesunahan berbuka
Disunahkan
berbuka diawali dengan kurma atau segala makanan yang mempunyai rasa
manis, jika tidak menemukan makanan yang manis-manis maka disunahkan
diawali dengan air. dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu
'amir : berkata rasululah SAW : jika engkau berbuka maka berbukalah
dengan kurma, jika tidak menemukan, maka berbukalah dengan air. karena
sesungguhnya air itu suci. ( diriwayatkan oleh abu dawud dalam bab shaum 2345 )
tentang Qadha'
Jika
seseorang mempunyai hutang bulan ramadhan, maka tidak boleh
mengakhirkan qadha' nya sampai datang ramadhan berikutnya. Sehingga jika
kejadian seperti ini, maka diwajibkan baginya untuk membayar satu mud
per hari yang d diqadha' untuk bulan kemarin. sebagaimana hadis riwayat
abu hurairah : barang siapa menunda qadha' ramadhan sampai datang
ramadhan berikutnya, maka dia diharuskan berpuasa untuk bulan ramadhan
bersama dg orang-orang yang berpuasa, dan dia diwajibkan menqadha' bulan
ramadhan yang lalu dengan membayar satu mud untuk fakir miskin.
Masalah :
jika mengakhirkannya karena ada udzur seperti sakit yang berkelanjutan
hingga akhirnya datang ramadhan berikutnya, maka hanya diwajibgkan
qadha'. ini adalah pendapat abu hurairah dan ibnu 'abbas serta 'atha'
bin abi rabbah.
Masalah : dalam menqadha'
ramadhan apakah diharuskan berurutan atau boleh terpisah ? berkata ulama
syafi'iah : disunahkan berurutan. tapi jika terpisah sudah mencukupi.
Masalah :
Dibolehkan menurut syafi'iah menqadha' puasa ramadhan di semua bulan
dan hari sebelum memasuki ramadhan berikutnya tekecuali dihari 'id dan
tasyriq. dan tidak dimakruhkan ketika menqadha' di hari/bulan yang pada
asalnya di makruhkan.
Masalah : jika seseorang
mempunya hutang bulan ramadhan, dan tidak sempat menqadha' sampai
meniggal, maka tafshil ( rinci ) : jika dia tidak menqadha' karena udzur
misalkan sakit yang berkepanjangan sampai mati, maka bagi keluarganya
tidak wajib apapun. tapi jika untuk menqadha' tidak ada udzur, maka bagi
keluarganya wajib mngeluarkan satu mud perhari.
Tentang Sahur dan berbuka puasa
Hukum sahur adalah sunah, sebagaimana hadis nabi SAW yang diriwayatkan oleh anas : sahurlah kalian semua. karena dalam setiap sahur itu terdapat berkah. ( di riwayatkan oleh muslim dalam bab fashl al-sahur no 1090 )
Waktu
sahur adalah mulai dari tengah malam, sampai terbitnya fajar. dan
disunahkan mengakhirkan sahur, sebagaimana hadis nabi SAW yang
diriwayatkan oleh abu dzar : Umatku masih senantiasa dalam kebaikan jika mereka mempercepat buka puasa dan mengakhiran sahur. (diriwayatkan oleh ahmad dalam musnadnya no 21370 )
Tentang jima' di siang ramadhan
jika puasa batal sebab jima', maka wajib baginya untuk menqadha' dg membayar kafarah 'udzma.
karena jika orang yang sakit dan musafir diperintahkan untuk menqadha' ,
maka orang yang jima' lebih harus diperintahkan lagi karena tidk adanya
'udzur. dan wajib baginya menahan ( imsak ) sampai terbenamnya matahari
karena orang yang jima' berbuka dg tanpa 'udzur.. Untuk kafarah :wajib
hanya bagi laki-laki karena diqiyaskan dengan mahar
kafarah itu
berupa memerdekakan budak, jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut
turut, jika tidak mampu, memberi makan enam puluh orang miskin.
Tentang makan/ minum dalam keadaan lupa
Jika
seorang yang sedang puasa makan/minum dalam keadaan lupa, maka puasanya
tidak batal. sebagaimana hadis abu hurairah dari nabi SAW : barang
siapa yang makan/minum dalam keadaan lupa, maka tidak batal puasanya.
sesungguhnya itu adalah rizki yang diberikan oleh allah ( hadis diriwayatkan oleh tirmidzi dalam bab shaum 721 )
Masalah : jika orang yang berbuka karena tidak tahu, maka tidak ada masalah dg puasanya. karena ketidak tahuannya dihitung udzur.
Masalah :
jika seorang yang sedang puasa dipaksa untuk membatalkan puasanya
sehingga makanan tersebut sampai pada tenggorokan, maka tidak batal
puasanya karena orang yang berpuasa tadi dalam keadaan terpaksa.
Tentang Safar
Jika
orang yang berpuasa berniat melakukan perjalanan, maka jika perjalannya
lebih dari 82 km di bolehkan berbuka. tapi jika perjalanan untuk
melakukan maksiat, maka haram berbuka menurut ulama syafi'iah. hal ini
berdasar hadis dari hamzah bin amru, berkata : ya rasulallah SAW,
apakah ada puasa dalam perjalanan ? berkata rasul SAW : jika engkau mau
berpuasalah, dan jika jika engkau tidak berkenan maka berbukalah. ( hadis diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1942 )madzhab tiga selain hanbali, mensyaratkan bolehnya berbuka saat
safar
yaitu jika dimulainya safar sebelum keluar fajar. adapun setelah keluar
fajar, maka tidak boleh berbuka terkecuali keadaan memaksa untuk itu.
walhasil, berbuka dalam keadaan safar dibolehkan dengan dua syarat :
1. jaraknya lebih dari 82 km
2. memulai perjalannya sebelum keluar fajar
Tentang mandi di laut
Mandi
di laut tidak membatalkan puasa. berkata abu yusuf pembesar madzhab
hanafi bahwa mandi di laut karena haus sehingga mengakibatkan perut
dingin tidak membatalkan puasa. dalam hadis nabi SAW disebutkan : bahwasanya nabi SAW menyiramkan air ke kepala beliau dan beliau dalam keadaan puasa. ( lihat dar al-ifta pembahasan tentang shaum )
Tentang junub ketika berpuasa
Puasa dibolehkan walaupun dari awal terlihatnya fajar saat dalam keadaan junub. sebagaimana hadis riwayat 'aisyah : Nabi SAW memasuki subuh saat dalam keadaan subuh bukan yang ihtilam, dan beliau tetap berpuasa. ( hadis diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1931 )
Tentang sesuatu yang dimasukkan ke mulut
segala
sesuatu yang dimasukkan ke mulut tidak membatalkan puasa selagi tidak
masuk ke tenggorokan. sehingga dibolehkan menggosok gigi, berkumur, dll.
tapi kalau sampai masuk ke tenggorokan maka batal puasanya ( lihat
fatawa azhar no 757 oleh syekh hasan makmun )
Tentang Dzan ( sangkaan )
jika
sahur ketika fajar dg sangkaan belum tiba waktu setelah fajar, tapi
ternyata kenyataannya dia sahur setelah fajar, maka batal puasanya. hal
tersebut disebabkan al-dzan, bukan al-yaqin.karena dalam kaidah : la 'ibrata bial-dzanni al-bayyin khata'uhu. ( lihat fatwa azhar no 765 oleh syekh ahmad huraidi )
Tentang orang tua dan sakit
Orang
tua dibolehkan berbuka dg ketidakmampuannya untuk berpuasa dg syarat
membayar fidyah. fidyah dibayar dg memberi makan pada fakir miskin satu
mud setiap harinya untuk puasa yang ditinggalkan. begitu juga orang
sakit yang terus menerus sehingga keadaan menjadi sangat lemah maka
dibolehkan berbuka dg ganti membayar fidyah, hal ini didasarkan atas
firman allah : allah menghendaki memberi kemudahan, dan tidak menghendaki memberi kesulitan. (lihat fatwa azhar 1137 oleh syekh jadulhaq)
Follow @the_real6661
Tidak ada komentar:
Posting Komentar